International Social Networking

Free File Hosting

Sabtu, 29 Agustus 2009

Robot Asisten Perawat


TOKYO - Sebuah robot perawat berhasil diciptakan oleh Jepang. Tidak berbentuk seksi, hanya lucu karena wajahnya dibentuk seperti beruang.

Robot tersebut dipanggil RIBA, kepanjangan dari Robot for Interactive Body Assistance, yang dikembangkan oleh peneliti asal Japan's Institute of Physical and Chemical Research (RIKEN) dan bekerja sama dengan Tokai Rubber Industries (TRI).

Dilansir melalui Pink Tentacle, Jumat (28/8/2009), RIBA didesain sedemikian rupa bukan untuk berperan layaknya perawat sungguhan. Namun RIBA hanya digunakan sebagai asisten perawat, yang mampu mengerjakan pekerjaan fisik seperti menggendong dan memindahkan pasien, mendudukkannya di kursi roda, atau menuntun pasien ke dalam toilet.

RIBA memiliki berat sekira 180 kilogram dan mampu mengangkat pasien dengan berat maksimal 61 kilogram. Tangannya dilengkapi dengan sensor untuk menggendong pasien. Bahkan untuk kepentingan kenyamanan, tubuh RIBA dibalut dengan bahan yang halus dan lembut serupa kasur, sehingga pasien bisa tetap nyaman, layaknya dalam gendongan manusia. Robot beruang ini juga mampu mengenali muka pasien dan suara sebagai media perintah.

RIBA merupakan versi terbaru dari robot RIKEN terdahulu bernama RI-MAN, sama-sama dipergunakan untuk asisten perawat, yang dikembangkan pada tahun 2006. Sayangnya RI-MAN hanya bisa menggendong dengan objek sebera 18,5 kilogram saja. Bahkan RIBA tergolong memiliki performa 15 kali lebih cepat ketimbang RI-MAN.

Sabtu, 08 Agustus 2009

Bagi Katak, Bulan Purnama Saatnya Pesta Sex

Selama ini bulan purnama identik dengan romantisme dan saat yang asyik untuk bermesraan dengan kekasih. Ternyata hal tersebut juga benar dan berlaku di dunia hean khususnya amfibi.

Para peneliti menemukan bahwa amfibi di seluruh muka bumi melakukan pesta kawin pada saat bulan purnama. Walaupun belum banyak diketahui, tetapi fenomena ini terjadi secara global. Semua spesies amfibi seperti katak, kodok, dan salamander melakukan aktivitas perkawinannya selama periode itu.

Pergerakan bulan yang tengah berada pada fase penuh umum dimanfaatkan hewan. Amfibi pun menggunakan siklus ini untuk mengumpulkan spesies katak jantan dan betina dalam waktu yang sama. Dengan demikian, potensi kesuksesan pembuahan telur dapat dimaksimalkan.

Pada 2005, ahli biologi Rachel Grant yang sedang meneliti mengenai salamander dekat sebuah telaga di wilayah Italia Tengah, tanpa sengaja melihat begitu banyak katak memenuhi jalan di bawah bulan purnama.

"Meski masih ada kemungkinan ini hanya suatu kebetulan, tapi di bulan berikut saya melewati jalan yang sama di hari senja, dan kembali menemukan sejumlah katak. Jumlahnya meningkat seiring bulan bertambah besar, mencapai puncaknya pada bulan purnama, lantas berangsur-angsur berkurang," ujarnya.

Oleh sebab itu, Grant kembali ke lokasi tersebut pada 2006 dan 2007. Ia kemudian membandingkan data perolehannya dengan data penelitian perilaku kawin katak-katak di sebuah kolam dekat Oxford, Inggris yang dikumpulkan oleh Tim Halliday; serta data Elizabeth Chadwick dari Universitas Cardiff mengenai katak-katak dan kadal-kadal di Wales.

Hasilnya, disimpulkan terdapat 3 fase hidup pada amfibi yang dipengaruhi perputaran bulan, yakni fase pembiakan (breeding site), fase perkawinan (mating site), dan fase bertelur (spawning site). Spesies katak biasa Bufo bufo melakukan ketiga fase ini selama masa bulan purnama. Begitu pula dengan spesies katak Jawa Bufo melanostictus, yang melakukan fase perkawinannya dalam periode bulan purnama, di mana katak betina melakukan ovulasi pada saat berdekatan atau di waktu yang sama.

Sementara spesies katak Rana temporaria melakukan fase bertelur pada bulan purnama. Perkawinan kadal juga dipengaruhi siklus bulan walaupun hasil yang ditunjukkannya tidak sejelas pada katak.

"Kami kira gejala ini tersebar di seluruh dunia. Bagaimanapun, perbedaan ekologi dan cara reproduksi juga akan mempengaruhi hal ini, dan itu perlu diselidiki lebih lanjut," ujar Grant.

Sinar Matahari Bersifat Karsinogen


Para ahli kanker internasional menetapkan bahwa tabung yang memancarkan sinar ultraviolet (tanning beds) dan semua benda yang memancarkan radiasi ultraviolet masuk kategori atas akan risiko kanker. Mereka bahkan menempatkan tingkat bahayanya sama dengan racun arsenik dan gas mustar.

Selama bertahun-tahun para ilmuwan memosisikan radiasi ultraviolet dan sinar matahari yang membuat kulit coklat sebagai "mungkin bersifat karsinogenik". Analisis terbaru terdiri dari 20 kali penelitian telah menyimpulkan bahwa risiko kanker kulit telah melompat sampai 75 persen ketika orang mulai menggunakan tanning beds sebelum usia 30 tahun.

Para ahli juga menemukan bahwa semua jenis ultraviolet menyebabkan mutasi yang membahayakan terhadap mencit, yang membuktikan bahwa radiasi tersebut bersifat karsinogenik. Pada penelitian sebelumnya hanya disebutkan satu jenis radiasi ultraviolet yang berbahaya. Dengan klasifikasi yang baru ini, tembakau, virus hepatitis B, dan pembersih cerobong juga bersifat karsinogenik.

Riset tersebut telah dipublikasikan di jurnal kesehatan Lancet Oncology, Rabu (29/7), oleh para ahli di International Agency for Research on Cancer di Lyon, Perancis, yang mengurus kanker dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Orang perlu diingatkan akan bahaya menggunakan sunbeds," ujar Vincent Cogliano, salah seorang peneliti kanker. "Kami berharap, budaya yang keliru ini akan berubah sehingga para remaja tidak lagi berpikir untuk menggunakan sunbeds agar kulitnya bisa kecoklatan," katanya.

Kamis, 06 Agustus 2009

Ilmuan Serang Tumor dengan Laser


WASHINGTON - Dengan menginjeksikan nanotube atau pipa nano ke dalam tumor dan menyerangnya dengan luapan sinar laser berdurasi 30 detik dengan sangat cepat, ilmuwan berhasil membunuh hampir 80 persen tumor ginjal pada tikus.

Hasil temuan ini merupakan upaya kolaborasi antara Wake Forest University School of Medicine (WFUSM), Rice University dan Virginia Tech.

"Ketika berhadapan dengan kanker, seorang pasien hanya bisa pasrah dan bertahan hidup hingga penyakit itu habis menggerogotinya," kata Suzy Torti, profesor dari biokimia di WFUSM.

"Oleh karenanya, sangat menggembirakan mengetahui bahwa ada penemuan yang bisa menyingkirkan tumor dan menyebabkannya tak pernah datang lagi," tambah Torti.

Times of India, Kamis (6/8/2009) melansir, nanotube berbentuk panjang, tipis, dan merupakan pipa sub-mickroskopik yang terbuat dari karbon. Dalam studi ini, para peneliti menggunakan multi-walled nanotubes (MWCNTs) yang berisi beberapa nanotube yang saling berdekapan satu sama lain.

Pipa-pipa tersebut, ketika terekspos secara non-invasif ke radiasi inframerah yang dihasilkan oleh laser, merespon dengan getaran dan menciptakan panas. Suhu panas yang dihasilkan kemudian bisa menghancurkan sel tumor dekat pipa yang mulai menciut dan akhirnya ikut mati.

Dengan mengadakan percobaan terhadap tikus, para ilmuwan menginjeksi tumor ginjal pada tikus dengan kuantitas MWCNTs yang berbeda-beda. Laser berkekuatan tiga watt kemudian diarahkan pada area tumor selama 30 detik.

Mereka menemukan bahwa kelompok tikus yang tidak mendapatkan perlakuan sama, mati setelah 30 hari karena tumor mereka yang kian parah.

Sebaliknya, tikus yang menerima terapi pengobatan dengan laser tetap bertahan hidup. Bagaimanapun, dari hasil temuan ini diketahui bahwa dengan dosis tertinggi nanotube sekalipun, tumor yang dapat dihilangkan dengan sempurna hanya sekira 80 persen saja.

Namun begitu, ilmuwan berharap setelah dikembangkan, metode ini nantinya akan lebih sempurna dan dapat diterapkan pula pada manusia.

Bahan Bakar Baru dengan Jamur


MONTANA - Tanaman yang ditumbuhi jamur menghasilkan campuran hidrokarbon yang bisa dijadikan bahan bakar diesel. Dengan hasil temuan terbaru, ilmuwan berharap mereka bisa membelah gen DNA jamur untuk dicangkokkan ke mikroorganisma lain dan memprosesnya menjadi bahan bakar.

Mahalnya harga bahan bakar gas dan minyak bumi membuat negara-negara maju dan juga berkembang berupaya mencari cara untuk mendapat sumber energi alternatif.

Pravda, Kamis (6/8/2009) melansir, bahan bakar alternatif berbasis ethanol yang dihasilkan dari jagung atau batang tebu, belum cukup mengatasi masalah ini. Pasalnya, untuk memproduksi satu liter ethanol membutuhkan hidrokarbon mentah dalam jumlah yang sama. Hidrokarbon adalah bahan kimia yang bisa menghasilkan bahan bakar diesel.

Masalah ini kemungkinan besar akan segera terpecahkan dengan bantuan jamur parasit mikroskopik yang hidup di dalam substansi kayu sebuah pohon dan memecah selulosa sehingga menghasilkan campuran hidrokarbon.

Selulosa kayu menjadi tempat terbaik bagi jamur penghasil hidrokarbon untuk menghasilkan bahan bakar. Namun untuk mengambilnya, sangat sulit karena harus memecah struktur selulosa kayu yang kuat. Diperlukan enzim khusus untuk proses tersebut.

Para peneliti studi ini mengatakan, bahan sedikit bahan bakar diesel yang dihasilkan jamur ini akan cukup memberikan tenaga bagi satu buah traktor untuk bekerja.

Oleh karenanya, mereka terus mengembangkan temuan ini. Menurut mereka, sangat mungkin mengadakan analisa genetik pada jamur dan mendeteksi gen serta mencangkoknya pada organisma lain untuk menghasilkan bahan bakar dari kayu berjamur.

Selasa, 04 Agustus 2009

Ilmuwan Tumbuhkan Gigi Baru Pada Tikus


HONG KONG - Ilmuwan Jepang memanfaatkan sel embrio untuk menumbuhkan gigi baru pada tikus dewasa. Mereka berharap, di masa yang akan datang, teknologi yang sama juga bisa diterapkan untuk menumbuhkan organ manusia.

"Terapi ini memiliki potensi untuk mengembalikan lagi fungsi organ yang hilang," kata pimpinan studi ini, Takashi Tsuji dari Research Institute of Science and Technology

Reuters, Selasa (4/8/2009) melansir dari makalahnya, ilmuwan menggambarkan bagaimana mereka telah mengembangkan gigi buatan yang disebut "bioengineered tooth germ" atau bakal gigi yang berisi sel tertentu yang diambil dari embrio tikus. Benih bakal gigi tersebut kemudian di cangkokkan ke dalam tulang rahang tikus dewasa.

Pada hari ke 37 setelah pencangkokan, ilmuwan melihat bahwa gigi buatan tersebut mulai nampak tumbuh dan si tikus bisa mengerat dengan gigi baru mereka sama seperti ketika mereka menggunakan gigi asli yang kini sudah hilang.

"Tingkat kekerasan enamel dan dentin pada gigi buatan itu sebanding dengan gigi alami mereka," kata Tsuji.

Tumbuhnya gigi baru itu juga lengkap dengan serat syaraf, ini terbukti ketika tikus diberikan tes, mereka merespons rasa sakit yang sengaja diberikan pada bagian gigi tersebut.

Tsuji berharap, penemuan teknologi bisa diterapkan juga untuk menumbuhkan organ baru pada manusia.

"Tujuan utama terapi regeneratif ini adalah untuk mengembangkan organ buatan yang bisa menggantikan organ yang rusak karena penyakit, cedera, atau penuaan," pungkasnya.

Senin, 03 Agustus 2009

Ganja Membuat Orang Menjadi Pikun


PARIS - Para ilmuwan telah menemukan bahwa senyawa zat dalam ganja bisa membuat seseorang menjadi pikun.

Penelitian terdahulu telah diketahui bahwa mengkonsumsi ganja bisa mengakibatkan hilang ingatan. Senyawa pada ganja bekerja pada hippocampus, yaitu bagian otak yang memerintah sebagian besar fungsi kognitif manusia.

Namun belum diketahui jelas apakah dampak tersebut datang setelah atau selama mengkonsumsi ganja. Sampai saat ini, para ahli masih memperdebatkan hal tersebut.

Rafael Maldonado dan Andres Ozaita dari Pompeu Fabra University di Barcelona kemudian mengadakan sebuah penelitian dengan uji coba pada tikus. Demikian keterangan yang dikutip dari AFP, Senin, (3/8/2009).

Bahan aktif dalam ganja bernama THC berkerja pada syaraf penerima cannabinoid yang disebut CB1. Di beberapa lokasi dalam otak, terutama hippocampus, terdapat dua konsentrasi sel jenis CB1.

Untuk mengetahui dampaknya, ilmuwan menciptakan dua kelompok tikus yang telah dimodifikasi secara genetik dan keduanya memiliki dua konsentrasi sel jenis CB1.

Tikus-tikus tersebut kemudian disuntikkan THC dengan dosis yang sama, untuk mendapatkan efek yang bisa juga terjadi pada manusia.

Hasilnya, salah satu kelompok tikus bereaksi aneh dengan memperlihatkan tingkah laku gelisah dan linglung yang menjadi pertanda bahwa mereka kehilangan memori ingatan pada otak mereka.

Sementara kelompok tikus lain nampak tidak terpengaruh oleh senyawa THC ganja yang disuntikkan. Perbedaannya, pada kelompok tikus ini, salah satu konsentrasi CB1 bernama GABAergic telah dihilangkan.